Selamat malam, teman-teman. Tema pengasuhan memang banyak yang bisa dikulik. Tidak bisa dipungkiri, sukses tidaknya seseorang sedikit banyak dipengaruhi pengasuhan oleh orang tua dan lingkungannya di masa kecil. Seperti korupsi, ternyata bisa dikulik juga bagaimana pengasuhannya di masa kecilnya. Salah satu fenomena yang menarik adalah fenomena fatherless.
Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan fatherless? Menurut gpriority.co.id, fenomena ini bisa diartikan sebagai tidak hadirnya seorang ayah baik secara fisik maupun psikologis dalam kehidupan anak. Ada banyak faktor dan kondisi yang menyebabkan suatu anak mengalami fatherless.
Table of Contents
Penyebab Fatherless
Ada beberapa kondisi yang tidak bisa dihindari, atau memang terjadi dalam realita pengasuhan. Kondisi ini bisa terjadi dimanapun, meskipun jarang kita sadari.
1. Terjadinya perceraian orang tua
Terlepas dari baik buruknya perceraian bagi pasangan, namun perceraian selalu menyisakan kondisi yang tidak nyaman bagi sang anak. Kondisi orang tua yang “broken”, membuat sang anak kehilangan kesempatan dengan ayah dan ibu kandungnya secara langsung dan intens.
Kekosongan ini akan terbawa sampai dewasa dan menyebabkan anak membawa luka pengasuhan. Menurut pendapat saya sendiri, perceraian bukanlah hal yang baik untuk dilakukan jika kedua pasangan mementingkan perkembangan emosional si anak. Sisi kedewasaan orang tua akan diuji, sejauh mana ia mementingkan egonya sendiri atau mementingkan buah hati kandungnya.
2. Kematian ayah
Kehilangan sosok ayah karena kematian memang kondisi yang tidak diharapkan bagi sang anak. Disini, peran ibu sangat besar. Mau tidak mau, ia harus tumbuh dengan kenyataan anaknya tidak memiliki sosok seorang ayah. Secara emosional, sang anak akan kehilangan sosok ayah.
Dalam kondisi tertentu, ibu yang tinggal sendiri karena suaminya telah meninggal mungkin memilih menikah lagi. Nah, disini, ibu dan pasangan barunya tentu harus mempertimbangkan sisi kehadiran “ayah baru” bagi sang anak, meskipun ia bukan ayah kandung anak.
3. Pengasuhan patrilineal
Di Indonesia memang sangat terkenal dengan pola pengasuhan patrilinealnya. Tak jarang, pengasuhan diserahkan kepada ibu, dengan dalih ayah telah mencari nafkah di luar rumah.
Jika sang ayah memang banyak menghabiskan waktu di luar rumah, dengan waktu sisa yang ada, semestinya ia harus tetap hadir dalam kehidupan anak. Sesibuk apapun, menyempatkan bersama anak dalam quality time itu suatu keharusan.
Jika selama ini quality time bersama anak hanya disempitkan ditujukan untuk ibu yang bekerja, itu salah besar. Pengasuhan bukan hanya tanggung jawab ibu saja, tapi juga bersama-sama sang ayah membentuk perilaku anak.
Kondisi Fenomena Fatherless di Indonesia
Beberapa literatur menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-3 sebagai penyandang Fatherless Country. Penyebab utamanya adalah pola pengasuhan tradisional yang mengkotak-kotakan peran ayah dan peran ibu.
Dengan adanya fenomena ini, tentunya akan memberikan dampak yang besar dalam pengasuhan anak.
Paternal Investment Theory
Menurut teori ini, menyebutkan bahwa ayah memiliki peran vital dalam perkembangan seksualitas anak perempuannya. Maksudnya, sang anak akan memandang sikap dan perilaku ayahnya sebagai faktor penting dalam pengambilan keputusan terkait kehidupan seksualitasnya (mating strategy).
Kehadiran orang tua dalam anak diibaratkan sebagai sebuah investasi. Jika sang ayah hadir, maka ini memberi pesan bahwa investasi dari laki-laki maupun perempuan adalah sama penting.
Pada periode emas, sekitar usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun, seorang ayah semestinya tidak boleh memberikan ruang kosong bagi anaknya. Kehilangan sosok ayah pada periode ini akan memberikan dampak yang buruk, seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan mmotivasi belajar, dan lainnya.
Dampak Fatherless Bagi Anak
Ketika dewasa, anak yang mengalami fenomena fatherless akan mengalami hal-hal diantaranya:
1) Rendahnya harga diri atau self esteem
2) Muncul perasaan mudah marah
3) Minder dengan anak lain yang memiliki kesempatan bersama ayah
Dari ketiga hal itu, bisa jadi akan menimbulkan dampak yang lebih besar. Menurut Ayah Irwandi, dalam sebuah webinar menyebutkan bahwa, fenomena yang saat ini terjadi di Indonesia seperti korupsi, bisa juga dikaaitkan dengan pola pengasuhan orang itu di masa kecil. Bukan tidak mungkin, fenomena fatherless menyumbang pembentukan karakter negatif baru seseorang. Karena mau tidak mau, keluarga dan pola pengasuhannya memegang peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter.
Bagaimana Mencegah Fenomena Fatherless
Selanjutnya, mengetahui seperti apa fenomena fatherless, dampak dan penyebabnya sudah menjadi satu langkah kecil bagi para orang tua. Memiliki kesadaran dimana posisi pengasuhannya sekarang itu penting. Jika memang setelah melakukan evaluasi, ada hal-hal yang perlu diperbaiki dengan pasangan, maka lebih baik diperbaiki, daripada kelihatan baik-baik saja tapi ternyata menyimpan permasalahan yang seakan menjadi bom waktu yang siap meledak.
Nah, untuk itu, ada beberapa langkah sederhana yang menurut saya dapat dilakukan oleh pasangan/orang tua untuk mecegah fenomena buruk ini terjadi.
1. Komunikasi yang Harmonis Bersama Keluarga
Beberapa penyebab runtuhnya keluarga adalah ketidakharmonisan baik suami istri maupun orang tua dengan anak. Komunikasi adalah kunci, dan didukung dengan keterbukaan. Memahami perbedaan yang terjadi antara suami dan istri, serta menetapkan batasan sejauh mana perbedaan itu dapat ditolerir, menjadi hal yang harus dipahami oleh keduanya. Saya sendiri mengakui, cek cok antara suami dan istri, selama itu bukan hal yang prinsip, memang bisa jadi tidak bisa dihindari. Namun dengan adanya hal tersebut, akan menemukan titik temu antara suami dan istri.
Ayah Irwandi, seorang penggiat pengasuhan pernah menyampaikan, bahwa menunjukkan kekompakan suami istri dan keharmonisannya ini penting untuk mendukung pembentukan mental si anak.
2. Tumbuhkan Rasa Cinta dan Kehangatan dalam keluarga
Keluarga adalah tempat yang paling nyaman dari hiruk pikuknya dunia maya dan dunia nyata. Maka, menumbuhkan rasa cinta dalam keluarga, mensyukurinya sebagai salah satu karunia dari Allah menjadi penyemangat bagi kita untuk terus memberikan yang terbaik, utamanya dalam pengasuhan.
Kondisi cinta dan kehangatan dalam keluarga harus dipertahankan. Karena jika telah redup, berbagai masalah dapat terjadi. Bisa perseteruan, KDRT, hingga perceraian.
3. Perbanyak quality time bersama keluarga
Jika antara anggota keluarga yang satu dan yang lain ini merupakan orang yang sama-sama sibuk, maka mengisi quality time sebagai waktu bersama itu penting. Meskipun hanya 1-2 jam setiap harinya, jadikan ia adalah waktu yang ditunggu-tunggu baik oleh orang tua maupun anak.
Semoga dengan ketiga langkah tadi, menjadikan kita sebagai orang tua yang hadir pada emosi anak, bukan hanya dari segi fisik saja tapi juga secara emosi. Kira-kira, sudahkah ini kita terapkan? Semoga ini bisa menjadikan refleksi kita bersama pasangan.