Selamat malam, teman-teman. Deforestasi menjadi isu yang penting, karena terkait dengan kelestarian ekosistem kita di bumi. di Indonesia, deforestasi menjadi isu krusial yang belum dapat teratasi.
Table of Contents
Pengertian Deforestasi dan Penyebabnya
Sesuai PMK Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD), deforestasi merupakan perubahan secara permanen areal hutan menjadi tidak berhutan yang disebabkan oleh ulah manusia.
Nah, mengacu pada defisini tersebut, deforestasi memang sangat erat dengan aktivitas manusia. Karena manusia ini, ada beberapa kejadian yang timbul yang menjadi penyebab deforestasi yaitu:
1. Adanya kebakaran hutan
Kebakaran memang terus terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2022, KLHK mencatat sebanyak 204 ribu hektar, dan sebanyak 358 ribu hektar pada tahun 2021. Awal tahun 2023, KLHK mencatat adanya kebakaran pada 11 provinsi di Indonesia yang mencapai 459 hektar.
2. Pembukaan Lahan Perkebunan
Yang paling sering terjadi dalam pembukaan lahan perkebunan adalah pembukaan lahan seperti kelapa sawit. Salah satunya adalah pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. Dengan dibukanya lahan untuk kelapa sawit ini, tentunya akan menambah sumber penerimaan dari Dana Bagi Hasil (DBH).
3. Perambahan hutan sebagai keinginan manusia
Perambahan hutan merupakan aktivitas sekelompok orang atau individu yang menduduki suatu kawasan hutan untuk dijadikan areal hutan sebagai perkebunan, pertanian, pertambangan baik sementara ataupun dalam jangka waktu yang lama yang dilaksanakan secara ilegal.
4. Transmigrasi
Transmigrasi juga dapat dilakukan pada pemanfaatan area hutan, dengan mengubah tutupan lahan hutan menjadi tutupan lahan non hutan, khususnya pada kawasan hutan yang dekat dengan permukiman transmigrasi.
5. Pertambangan dan pengeboran Sumber Daya Alam (SDA)
Penyebab lain dari deforestasi adalah pemanfaatan sumber daya alam dalam bentuk pertambangan dan pengeboran sumber daya alam.
Kondisi Hutan di Indonesia
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada akhir tahun 2020 merilis secara hukum, bahwa luas hutan Indonesia sebesar 120,5 juta hektar. Dari sekian hektar tersebut, 21,9 hektar merupakan hutan konservasi, 29,6 juta merupakan hutan lindung, 26,8 juta hutan produksi terbatas, dan 29,2 juta hektar merupakan hutan produksi biasa.
Akan tetapi, faktanya, luas hutan Indonesia yang masih benar-benar tertutup hutan adalah 86,9 juta hektar yang dibedakan menjadi hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, dan kwasan hutan yang tidak memiliki tutupan hutan.
Menurut forestdigest.com, kawasan yang merupakan unforested tersebut sebesar 33,4 juta. Angka ini bukanlah angka yang kecil, ya, teman-teman. Nyatanya, kawasan tersebut menjadi rebutan dari berbagai pihak untuk bisa dialihfungsikan menjadi kawasan pembangunan lainnya seperti perkebunan.
Salah satu alih fungsi hutan yang menimbulkan kecemasan adalah mekanisme pelepasan kawasan hutan. Jika melihat dari segi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.96/2018 dan P.50/2019. Dari sisi historisnya, Kepala Biro Humas Kementerian LHK menyampaikan bahwa selama 1984-2020, terdapat pelepasan kawasan hutan seluas 7,3 juta hektar.
Nah, jika ditarik ke pernyataan di awal tadi, semestinya pengurangan 7,3 juta hektar harus menjadi pengurang luasnya hutan di Indonesia.
Deforestasi Dalam Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN)
Salah satu contoh nyata adanya reduksi hutan permanen, yang digunakan tanpa mekanisme pelepasan hutan adalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang bertempat di Kalimantan Timur. Wilayah yang digadang-gadang oleh Presiden Jokowi sebagai tempat berpindahnya ribuan ASN Ibu Kota ini, ternyata direncakanan akan menggunakan kawasan hutan yang sangat luas.
Luas Wilayah IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 256.143 hektar, atau sebesar 0.25 juta hektar. Wilayah IKN nantinya akan direncanakan meliputi Kawasan Inti Pusat Pemerintaham (KIPP) yang merupakan bagian dari Kawasan IKN, dan KIKN, dan KP IKN.
Berdasarkan Laporan dari KLHK, wilayah IKN ini terdiri dari hutan produksi terbatas 1%, hutan produksi yang dapat dikonversi 16%, hutan produksi biasa 17%, hutan konversi 25%, dan areal penggunaan lain (APL) 41%.
Dari sisi legal, Kawasan IKN tidak mengalami masalah karena proses pelepasan kawasan hutan pada IKN ini tidak menggunakan mekanisme pelepasan kawasan hutan melalui HPK, tetapi dilakukan melalui perubahan dalam fungsi kawasan hutan dari hutan produksi biasa yang telah dibebani sebagai hutan tanaman industri (HTI) atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT), menjadi hutan yang dapat dikonversi (HPK) dan dialihfungsikan menjadi areal penggunaan lain. Proses ini, dipayungi oleh PP Nomor 104/2015 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang mempermudah perubahan fungsi kawasan.
Pembangunan IKN ini, mudah-mudahan tidak memberikan dampak yang buruk bagi ekosistem hutan di sekitarnya. Selain akan memerlukan dana yang tidak besar, pembangunan IKN juga harus memiliki rencana perlindungan kawasan konservasi.
Sebelum jauh-jauh memikirkan kepindahan ke Ibu Kota Negara, ada baiknya kita memulai langkah kecil sebagai bentuk pencegahan deforestasi ini. Sebagai warga negara yang baik, melindungi hutan ini merupakan salah satu kewajiban dalam menjaga kelestarian alam, dan menyimpannya untuk anak cucu kita nanti di masa mendatang.
Langkah Kecil Untuk Mengurangi Deforestasi
Lalu, hal-hal apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencegah/mengurangi deforestasi?
Pertama, mengurangi penggunaan kelapa sawit.
Sebagai salah satu penyebab deforestasi hutan adalah maraknya penambahan lahan untuk kelapa sawit, maka langkah kecil kita adalah menghindari atau mengurangi penggunaan minyak kelapa sawit. Meskipun langkah ini sebenarnya tidak mudah.
Kedua, memastikan barang elektronik tahan lama
Pembuatan barang elektronik ternyata membutuhkan bahan-bahan lithium, nikel, dan timah yang dpat ditemukan dengan proses penambangan. Penambangan juga merupakan salah satu penyebab deforestasi. Maka, semakin kita menjaga barang elektronik kita, tidak cepat dan tergoda membeli, kita telah membantu mengurangi adanya deforestasi.
Ketiga, mengurangi konsumsi produk hewani
Sebenarnya sama saja dengan langkah sebelumnya, semakin kita mengonsumsi produk hewani, maka akan ada potensi deforestasi untuk peternakan.
Keempat, menggunakan perabot kayu yang bisa diperbarui dan menggunakan produk kertas daur ulang
Langkah keempat, sepertinya yang paling memungkinkan. Ketika memilih perabot rumah, gunakan bahan yang dibuat dengan kayu daur ulang. Biasanya kayu seperti ini memiliki sertifikasi khusus yang menandakan bahwa perabotan itu sustainable.
Referensi:
1. https://lindungihutan.com/blog/pengertian-deforestasi-penyebab-dan-dampak/
2. https://www.forestdigest.com/detail/1905/luas-hutan-indonesia